Rendang Ternyata Bukan Nama Masakan
KOMPAS.com - Setelah meluncurkan buku berisi kisah perjalanannya menelusuri asal-usul rendang di Sumatera Barat, Rendang Traveler,
Reno Andam Sari tidak berhenti memperkenalkan rendang sebagai salah
satu hidangan khas Indonesia. Apalagi sejak rendang terpilih sebagai
makanan terlezat di dunia berdasarkan jajak pendapat dari CNNgo.com
beberapa waktu lalu, orang Indonesia sebenarnya semakin mengapresiasi
hidangan khas Indonesia. Hal ini menjadi kesempatan baik untuk terus
melestarikan khasanah kuliner Indonesia.
Saat tampil sebagai
pembicara dalam acara bincang-bincang seputar rendang, pengusaha Rendang
Uni Farah ini selalu mengangkat tema "How Rendang Are You?". Sebab,
menurutnya pengetahuan kita mengenai rendang memang belum begitu banyak.
Buku yang mengulas tentang rendang bisa dibilang tidak ada. Ketika
bicara buku tentang rendang, pasti yang tersedia adalah buku resep.
Padahal rendang bukan sekadar resep masakan, tetapi juga merupakan salah
satu warisan budaya yang sarat makna sosial budaya.
Salah satu yang belum banyak diketahui orang, misalnya, bahwa rendang bukanlah nama masakan. "Ada seorang chef
yang bilang bahwa rendang itu teknik mengawetkan. Tapi, jadi awet itu
sebenarnya bonusnya. Rendang itu sebenarnya teknik memasak, seperti
halnya tumis, atau oseng-oseng, itu kan sebenarnya cara memasak," papar
Reno, saat bincang-bincang di Rumah Inspirasi Martha Stewart Living di
Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Rendang
adalah teknik memasak dengan cara mengaduk terus-menerus dalam waktu
lama, sampai menjadi kering. Warnanya pun menjadi coklat kehitaman.
"Tetapi bahwa sekarang rendang disebut sebagai nama makanan, itu sah
saja," katanya lagi.
Proses merendang, menurut Reno bisa sampai
dua hari. Bila adonan santan dan bumbu yang diaduk belum sampai kering,
dan baru menghasilkan kuah kental yang kecoklatan, itu belum bisa
disebut rendang, melainkan kalio. Kalio bisa disebut sebagai proses
menuju rendang.
Saat memasak rendang, lulusan jurusan desain
grafis Universitas Trisakti ini selalu memakai kayu bakar. Memasak
menggunakan kompor membuat pembakaran hanya terjadi di sekitar lingkaran
pembakarnya. Sedangkan jika menggunakan kayu bakar, api bisa diatur ke
segala arah dengan memindahkan kayu bakarnya. Jika api kurang besar,
kayu bisa ditambahkan lagi. Dengan demikian, tingkat kematangannya lebih
merata.
Meskipun begitu, memasak dengan kompor tentu tidak
dilarang. "Soal rasa itu masalah selera. Hanya saja, kalau dengan kayu
bakar, aroma bakarannya lebih tercium," katanya.
Rendang, seperti
juga hidangan khas Minang lainnya, mengandung kolesterol tinggi karena
menggunakan santan yang kental. Apalagi, masakan Minang juga banyak
menggunakan bahan-bahan seperti tunjang atau kikil. Oleh sebab itu,
masakan Minang selalu disajikan dengan mentimun. Mentimun ini fungsinya
untuk menurunkan kadar kolesterolnya. Maka, saat menikmati rendang,
lahap juga mentimunnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar